Senin, 13 Juni 2011

BUBUHAN PAUNJUNAN (Socioculture Series # 2)



Wilayah Kalimantan Selatan sebagian memiliki kondisi geografis alami berupa aliran sungai-sungai besar, rawa-rawa serta dataran rendah pasang surut yang telah memberikan pengaruh terhadap salah satu pola pencaharian masyarakatnya yaitu dengan mencari ikan. Beberapa cara yang lazim dipergunakan masyarakat Banjar dalam mencari ikan adalah dengan malunta, malukah, marengge ataupun maunjun. Malunta adalah cara menangkap ikan dengan menggunakan jaring yang dilempar ke sungai, lukah atau bubu adalah sejenis jebakan ikan terbuat dari anyaman bilah-bilah bambu yang dipasang di sungai atau rawa, marengge adalah menangkap ikan dengan menggunakan semacam jaring yang dibentang dengan menggunakan kayu atau bambu kemudian ditenggelamkan ke dalam sungai serta sesekali diangkat dengan menggunakan tangkainya, sedangkan maunjun adalah berasal dari kata unjun yang berarti pancing atau memancing ikan.

Diantara beberapa cara menangkap ikan tersebut yang paling populer dan digemari masyarakat adalah maunjun, karena cara ini relatif lebih mudah dan simple dilakukan oleh semua orang serta tidak memerlukan keahlian khusus. Kegiatan mencari ikan dengan cara maunjun saat ini bukan semata-mata untuk mencari penghasilan, akan tetapi banyak pula orang yang melakukan kegiatan maunjun sebagai sebuah hobi atau kegemaran. Dan kegiatan maunjun ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Banjar asli, namun juga dilakukan oleh para pendatang di tanah Banjar. Sehingga kemudian muncul istilah bubuhan paunjunan yang berarti sekelompok orang atau kaum yang memiliki kesamaan kegemaran yaitu memancing ikan atau maunjun.

Meskipun cukup sederhana, peralatan maunjun pun harus disesuaikan dengan sasaran ikan yang ingin didapatkan serta lokasi memancing. Secara umum alat unjun terdiri atas empat bagian pokok yaitu tantaran unjun (joran), tali unjun (senar), kawat unjun (mata pancing) serta umpan unjun. Lokasi maunjun pun secara umum dibedakan menjadi dua kategori lokasi yaitu maunjun di aliran sungai besar dengan sasaran ikan Baung, Lais, Patin, Saluang, Kalui dan lain-lain. Sedangkan lokasi maunjun yang kedua adalah di areal danau atau rawa pasang surut dan pahumaan dengan sasaran ikan Haruan, Papuyu, Sapat Siam, Biawan, Toman dan lain-lain.

Jenis umpan maunjun pun dibeda-bedakan menurut lokasi paunjunan, apabila maunjun di aliran sungai besar umpan yang dipakai adalah cacing tanah, wadai gabin atau konsentrat pakan ikan yang diramu hingga dapat dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan kalis. Sedangkan bila maunjun di danau atau rawa pasang surut umpan yang dipakai adalah cirat, wanyi, ulat bumbung, atau anak karangga yang diramu dengan getah pohon karet dan minyak kelapa.

Beberapa cara maunjun yang sering dilakukan oleh bubuhan paunjunan adalah; Mamaer yaitu cara memancing ikan dengan menggunakan joran panjang sekitar 4 – 5 meter, tali senar dengan ukuran besar, mata kail khusus haruan serta menggunakan umpan cirat. Caranya adalah dengan menggerak-gerakkan secara dinamis umpan cirat di atas permukaan air, sehingga merangsang ikan yang agresif terutama jenis haruan atau toman untuk menyambar umpan tersebut. Mambanjur adalah cara memancing ikan dengan menggunakan joran sembarang kayu kecil sepanjang kurang lebih 1 m, tali senar ukuran besar, mata kail khusus haruan juga menggunakan umpan cirat. Caranya adalah dengan memasang banjuran yang jumlahnya bisa puluhan tersebut di sepanjang anak sungai atau rawa dan kemudian meninggalkannya untuk sementara waktu, apabila memasang banjur pagi hari biasanya banjuran akan ditengok pada waktu sore hari. Dan jenis ikan yang didapat dengan cara membanjur ini biasanya jenis haruan atau toman. Maunjun biasa dengan menggunakan joran pendek sekitar 2 – 3 meter, tali senar kecil sampai sedang, mata kail ukuran kecil hingga sedang serta menggunakan umpan wanyi, ulat, karangga atau jenis ramuan umpan lainnya.

Sebelum joran modern (joran antena) yang lebih praktis karena bisa dipanjang pendekkan yang terbuat dari bahan serat fiber atau carbonite banyak digunakan saat ini, tantaran unjun atau paer dibuat dari bambu utuh jenis Tamiyang dengan diameter pangkal 1 – 3 cm yang makin mengecil hingga ujungnya serta memiliki panjang sekitar 2 – 6 meter. Proses pembuatan tantaran unjun ini cukup unik, bambu yang baru ditebang biasanya tidak memiliki bentuk yang lurus antar buku ruasnya sehingga kurang nyaman dipakai, sehingga perlu proses lebih lanjut untuk meluruskan buku ruasnya. Proses pelurusannya adalah dengan cara memanaskan dengan api bagian buku-buku ruas yang bengkok tersebut kemudian sambil dilengkungkan sedikit demi sedikit ke arah yang diinginkan sehingga hasilnya tantaran unjun atau paer menjadi lebih lurus dan rapi serta tantaran siap digunakan, proses pelurusan ini disebut mangadang.

Jenis-jenis ikan yang jadi favorit serta menjadi semacam ‘supremasi’ tertinggi di dalam dunia bubuhan paunjunan untuk maunjun di daerah rawa adalah jenis haruan dan papuyu, apalagi bila ukuran ikan yang didapatkan tersebut lumayan besar yang biasanya digambarkan dengan ukuran telapak tangan untuk ikan papuyu atau pergelangan orang dewasa untuk ikan haruan. Sedangkan memancing di sungai orang akan senang bila mendapat ikan baung, patin atau lais.

Keterangan:

Baung: jenis cat fish, Mystus nigriceps

Lais: ikan pipih, Kryptopterus spp

Patin: banyak dibudidayakan, Pangasius polyuranodon

Saluang: Rasbora argyrotaenia

Kalui: Gurami (Osphronemus goramy)

Haruan: jenis snakehead fish, ikan gabus, Channa striatus

Papuyu: Betok, Anabas testudineus

Sapat siam: Trichogaster pectoralis

Biawan: Helostoma temmincki

Toman: jenis snakehead fish, Channa melanostoma

Wadai gabin: sejenis biskuit yang mudah ditemukan di warung

Cirat: kodok sawah

Wanyi: larva lebah/tawon yang masih di dalam sarang

Anak karangga: telur semut merah

Bambu Tamiyang: Schizotachyum blunei Ness


MENCARI PAPUYU GALAM DENGAN LALANGIT

Musim kemarau tidak selama merugikan, tapi ada segelintir orang yang justru mendapatkan berkah dari musim kemarau ini. Dialah Acil Arbayah, seorang pencari ikan papuyu di daerah belukar, pulau galam, dan sungai Masta, di Kecamatan Bakarangan. Menurut Acil Bayah, setiap hari dia dan suaminya mencari iwak papuyu di sungai dan belukar yang ada di Desa Masta. “Kami mencari papuyu memakai lalangit, sejenis jala yang dibuat menjadi perangkap bagi ikan. Hasilnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan cara memancing,” ujar Acil Bayah.

Baca selengkapnya....



Blog Advertising

8 komentar:

  1. sambil nunggu hasil pancingan

    ditemani rokok terapi asthree

    www.terapirokok.blogspos.com

    BalasHapus
  2. maunjun, amun sudah jadi hobi ,kada ingat lawan umur lagi,kada ingat lawan waktu ,apa lagi amun sudah tadapat pelawa yg mantap ,bakal bulik bulik maunjuni.

    BalasHapus
  3. Mantap nah kisah maunjunnya,salam badingsanakan ja dari pelaihari,tala,kalsel.

    BalasHapus
  4. M.unjun musim kemarau daerah bjm ne dmana yo yg rame min ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tulak ka sebangau (pulang pisau kalimantan tengah ) haja,banyak buhan banjar nang kasituan

      Hapus
    2. Tulak ka sebangau (pulang pisau kalimantan tengah ) haja,banyak buhan banjar nang kasituan

      Hapus
  5. mau tanya donk, mata kail yng buat haruan yang buatan tangan/buatan banjar itu apa namanya ya dan belinya di mana, kalo di balikpapan dari dulu saya carai2 tapi tidak ada yang jual.

    BalasHapus
  6. Bagaimana caranya menggunakan lalangit padahal aku asli orang nagara daha, tapi aku kada suah lagi malalangit

    BalasHapus