Jumat, 24 Juni 2011

BAGAWI BADAGANG (Socioculture Series # 5)



Profesi berniaga atau berdagang banyak digeluti oleh masyarakat Kalimantan Selatan disamping profesi non formal lain seperti petani atau nelayan. Sepertinya bagawi badagang sudah menjadi talenta alami urang Banjar, dimana segala jenis perniagaan mulai dari toko kelontong, warung makan, pengumpul bahan pokok seperti beras & hasil bumi, ataupun jual beli emas & permata semuanya biasa dilakukan oleh urang Banjar.

Alih jaman, talenta bagawi badagang urang Banjar yang diturunkan pada generasi muda Banjar, kini bukan hanya semata-mata aktifitas jual beli sederhana namun banyak generasi kini yang melakukan bagawi badagang sebagaimana lazimnya mengelola bisnis-bisnis besar lainnya seperti properti, pertambangan, mini market ataupun restoran.

Ada catatan yang menggambarkan ciri dari beberapa kelompok sub etnis (bubuhan) Banjar dalam melakukan kegiatan usaha utamanya dalam berdagang; bubuhan Alabio yang dinilai ‘fanatik’ sebagai pedagang dan kelompok ini dikenal cerdik dan pandai berbicara, mereka merupakan pekerja keras yang ulet serta memiliki persatuan di kalangan mereka dimana apabila seorang Alabio jatuh bangkrut dalam berusaha maka yang lain akan mengumpulkan dana untuk membantu seseorang tersebut. Garis usaha dari bubuhan Alabio ini umumnya bidang tekstil dan kelontong, karena bubuhan Alabio ini cukup ulet dan mau bekerja tanpa modal maka mereka pun mau melakukan usaha dagang atau bisnis yang sifatnya mengumpulkan laba sedikit demi sedikit. Hal ini berbeda dengan bubuhan Nagara, Marabahan dan Martapura yang cenderung lebih suka melakukan usaha dagang yang besar. Bubuhan Nagara dan Marabahan memiliki ciri berani berspekulasi dalam menjalankan usahanya, sedangkan bubuhan Martapura memiliki ciri teliti dan halus dalam melakukan usahanya karena sesuai dengan keahliannya dalam bidang perhiasan emas ataupun permata.

Beberapa hal menyebabkan urang Banjar sangat menyenangi ataupun memiliki jiwa bisnis yang kental diantaranya adalah; jika ditarik ke belakang sejarahnya, maka dapat dimaklumi jika talenta urang Banjar dalam berniaga diwariskan oleh bangsa Sriwijaya yang sangat piawai berniaga dimana pada masanya kerajaan Sriwijaya telah menjadi pusat perniagaan di nusantara. Selain itu pada masa pemerintahan kerajaan Banjar, para saudagar ataupun pemilik modal mendapatkan posisi terhormat dalam strata sosialnya dimana kedudukannya berada paling tinggi bersama-sama dengan para bangsawan dan bubuhan raja-raja para pemangku birokrasi. Urang Banjar umumnya muslim dan kuat pengetahuannya tentang Islam, yang mana Islam memandang profesi berniaga adalah mulia di sisi Allah SWT yaitu mengusahakan keuntungan dan keberkahan dengan transaksi jual beli barang & jasa. Hal tersebut diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW; Sesungguhnya pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan pedagang-pedagang.

Dalam aktifitas perniagaan ada ijab qobul baik lisan, tertulis ataupun isyarat yang merepresentasikan keridhaan antara pihak penjual dan pembeli. Maka tidak aneh apabila terjadi deal transaksi jual beli di wilayah tanah Banjar akan sering terdengar lafadz “ulun jual lah..” oleh pihak penjual dan kemudian akan disahuti oleh pihak pembeli “ulun tukari lah...” Dan sah lah transaksi jual beli tersebut.



Blog Advertising

Selasa, 21 Juni 2011

MANURIH GATAH (Socioculture Series # 4)



Manurih gatah (menyadap karet) dan rapun gatah sudah sangat akrab dikenal dan banyak masyarakat di Kalimantan Selatan yang menggantungkan kehidupannya pada dua hal tersebut. Rapun gatah yang dikenal masyarakat ini tak lain adalah tanaman karet (Hevea brasiliensis), yang tidak hanya hasil utamanya berupa getah namun juga sangat digemari kayunya sebagai kayu bakar disamping kayu lain dari jenis kayu Galam dan Kelapa oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Kayu gatah ini sangat digemari sebagai kayu bakar karena sifat kayunya yang mengandung getah sehingga mudah terbakar serta tidak banyak mengeluarkan asap.

Hampir seluruh wilayah di propinsi Kalimantan Selatan komoditas tanaman karet ini dibudidayakan baik itu oleh perusahan besar swasta ataupun milik masyarakat. Sentra-sentra perkebunan karet di Kalimantan Selatan ada di kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Pulau Laut serta daerah hulu sungai seperti Tapin, Kandangan, Balangan dan Tanjung.

Meluasnya pertanaman komoditas karet di Kalimantan Selatan ini tidak lepas dari jasa seorang tokoh putra daerah yang juga mantan Menteri Agraria dalam kabinet Ali Sostroamidjoyo (1952-1955) di era pemerintahan Presiden Soekarno yaitu H. Mohammad Hanafiah. Awalnya H. Mohammad Hanafiah yang lahir di Kandangan tanggal 17 Juni 1904 mengeksplorasi dan mensosialisasikan tanaman karet alam sebelum ditemukan generasi klon-klon unggul saat ini. Beliau adalah seseorang yang terpelajar pada masanya, setelah tamat dari Governement School di Kelua tahun 1915, beliau meneruskan pendidikannya di OSVIA (Opleiding School Voor Indlansche Ambtenaren) atau sekolah pamong khusus bumiputera di Makasar selama 6 tahun. Pada tahun 1929 beliau mendapatkan tugas belajar dari pemerintah Hindia Belanda di sebuah akademi pamong praja lanjutan yaitu Bestuurs Academie di Batavia hingga tahun 1931. Karir beliaupun terbilang cemerlang, sebelum menjabat sebagai Menteri Agraria diantaranya beliau pernah menjabat sebagai Residen Kalimantan Selatan tahun 1950 dan Residen Sumatera Selatan tahun 1951, dan kemudian diangkat menjadi pegawai tinggi pada kementerian pertanian yang merangkap sebagai Direktur Yayasan Karet Rakyat Pusat di Jakarta serta pimpinan Balai Penelitian dan Pemakaian Karet (INIRO) di Bogor.

Karena obsesi beliau yang sangat besar untuk memajukan tanah Banjar, sejak awal tahun 1930 an beliau tidak hanya berkutat pada sistem budidaya karet saja namun juga merintis usaha-usaha rakyat berupa industri processing getah karet dengan mempelopori berdirinya rumah asap rakyat pertama di Kalimantan Selatan dan terus mendorongnya hingga mencapai 700 an unit rumah asap rakyat di Kalimantan Selatan pada tahun 1934.

Atas usaha beliau, hingga tahun tersebut usaha budidaya tanaman karet rakyat di Kalimantan selatan telah mencapai 110.000 ha dengan produksi 60.000 ton yang sebagian besar diekspor ke luar negeri. Atas prestasi beliau tersebut, beliau terpilih menjadi anggota Plaatselijk Rubber Commissie (Komisi Karet Kabupaten) di Amuntai, kemudian Gewestelijk Rubber Commissie (Komisi Karet Propinsi) di Banjarmasin dan akhirnya di Central Rubber Commissie (Komisi Karet Pusat) di Jakarta. Komisi ini bekerja untuk mengatur dan meningkatkan produksi serta mutu karet rakyat. Jenis-jenis karet unggul di Kalimantan Selatan mulai disebar luaskan pada masyarakat saat beliau menjabat sebagai Direktur Yayasan Karet Rakyat tahun 1951.

Hingga kini tanaman karet tetap menjadi unggulan komoditas perkebunan di Kalimantan Selatan, ini ditandai dengan tetap tingginya permintaan pengadaan klon-klon karet unggul oleh masyarakat pada berbagai proyek rehabilitasi lahan atau penghijauan di berbagai instansi daerah seperti kehutanan dan perkebunan. Tingginya permintaan akan klon karet yang tidak hanya dari Kalimantan Selatan saja namun juga dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, oleh sebab itu maka mendorong timbulnya usaha-usaha penangkaran klon karet di Kalimantan Selatan. Sentra-sentra penangkar klon karet di Kalimantan Selatan ada di beberapa tempat seperti Tanah Laut (Bentok Darat, Batu Ampar, Tajau Pecah), Tapin (Pantai Cabi) dan beberapa lokasi di Tabalong (Kembang Kuning).

Sedemikian melekatnya tanaman karet pada masyarakat Kalimantan Selatan sehingga menimbulkan banyak aktifitas bisnis di dalamnya mulai dari penangkaran yang meliputi hal yang paling penting yaitu tenaga ahli okulasi dengan upah Rp. 300 – Rp. 500 tiap batang yang berhasil di okulasi, penyedia okulasi mata tidur (OMT) hingga bibit siap tanam (payung 1 atau payung 2). Kemudian sarana produksi berupa pupuk, herbisida, polybag, mangkok sadap, cuka getah (pembeku getah) hingga zat kimia perangsang getah karet. Dan tahap produksi berupa penyedia tenaga sadap yang upahnya sistem bagi hasil 50 : 50 dengan pemilik kebun, dan pedagang pengepul getah mengumpulkan getah dari para petani dan disetorkan ke pabrik pengolahan.

Jadi meskipun di tengah kesunyian sentra-sentra perkebunan karet rakyat di Kalimantan Selatan tanpa disadari ternyata banyak sekali rupiah yang beredar dan berputar di dalamnya. Indikator lain yang memperlihatkan bahwa bertani karet sangat memakmurkan adalah tingkat kepemilikan sepeda motor keluaran terbaru yang mencapai 1 – 2 buah sepeda motor tiap keluarga petani karet di pedesaan. Ada lelucon yang sering dilontarkan pada para petani karet di Kalimantan Selatan; bagaimana tidak kaya, petani karet itu penghasilannya bukan lagi bilangan ratus ribu atau juta namun mencapai beberapa M per hari, maksudnya M di sini bukanlah milyar akan tetapi ember.



Blog Advertising

Rabu, 15 Juni 2011

BATANAM PAUNG (Socioculture Series # 3)




Dengan potensi lahan pasang surut yang sedemikian luas maka wajarlah jika secara nasional Kalimantan Selatan termasuk dalam 11 provinsi sentra produksi padi. Daerah penghasil padi di Kalimantan Selatan diantaranya ada di kabupaten Banjar (Gambut, Aluh-aluh, Beruntung Baru, Martapura Barat) dan kabupaten Barito Kuala (Anjir, Puntik, Barambai)

Karena sangat besar ketergantungannya akan air hujan, maka batanam paung atau bercocok tanam padi di Kalimantan Selatan memiliki sistem kalender lokal yang dianut oleh para petani padi. Yaitu periode Oktober – Maret dimana curah hujan masih tinggi pahumaan mereka ditanami dengan paung jenis unggul yang memiliki umur pendek hanya 3 bulan (jenis Ciherang), sedangkan periode Maret – Agustus pahumaan ditanami dengan komoditas unggulan paung lokal yang berumur panjang (6 bulan) yaitu jenis paung Siam (Unus, Musang).

Secara umum cara batanam paung oleh petani di Kalimantan Selatan dimulai dengan aktivitas manaradak atau menyemai benih paung yang dipelihara 1 – 2 bulan di persemaian sebelum dipindah ke pahumaan. Dan sementara sambil menunggu taradakan siap dipindah ke pahumaan, petani melanjutkan aktifitas persiapan pahumaan dengan manajak atau pembersihan pahumaan. Dahulu sebelum menggunakan cara yang modern berupa aplikasi herbisida atau menggunakan hand tractor, para petani memakai alat tradisional unik yang bernama tajak untuk membersihkan gulma di pahumaan. Tajak bentuknya seperti sebuah parang besar dan tajam yang di hulunya berupa besi panjang (sepinggang orang dewasa) yang dibengkokkan dan dilengkapi pegangan kayu, sehingga bentuknya menyerupai huruf L. Cara menggunakannya dengan mengayunkannya seperti mengayunkan stick golf, karena cukup sulit maka perlu latihan agar tajak tidak meleset dan mengenai kaki.

Ada fenomena menarik saat musim panen padi tiba, dimana terjadi temporary urban di daerah sentra-sentra padi tersebut. Pada saat musim panen tiba sentra-sentra padi menjadi kawasan yang sibuk dengan berbagai aktifitas panen seperti memetik, merontok, mengangkut, menjemur dan menggiling padi. Karena pada rata-rata satu keluarga pemilik pahumaan memiliki minimal 1 ha lahan pahumaan, maka para pemilik pahumaan tersebut perlu mengerahkan tenaga sebanyak 5 – 10 orang guna membantu aktifitas tersebut. Para pekerja temporer tersebut umumnya didatangkan dari daerah hulu sungai (Kandangan, Rantau, Barabai) yang beraktifias di sentra padi selama 1 hingga 2 minggu, atau yang lebih dikenal dengan istilah madam. Upah yang diterima para pekerja tersebut bisa saja berupa uang atau berupa padi hasil panen yang hitungannya disepakati bersama antara pemilik pahumaan dengan para pekerja tersebut.

Masyarakat Banjar pada umumnya lebih menyukai rasa dan tekstur beras lokal (Siam Unus atau Musang) yang karau (tidak pulen), sehingga harga di pasaran lokal Kalimantan Selatan untuk jenis beras ini lebih tinggi. Dan hasil panen dari jenis paung lokal ini kebanyakan untuk konsumsi sendiri dan sebagian lagi dijual. Untuk hasil panen jenis paung unggul (Ciherang) yang berasnya pulen biasanya semuanya dijual ke daerah-daerah yang menyukai beras pulen seperti Jawa dan Kalimantan Timur.

Tingkat produksi paung di daerah sentra Kalimantan Selatan rata-rata adalah 5 – 6 ton/ha untuk jenis paung unggul dan 2 – 3 ton/ha untuk jenis paung lokal. Lahan pahumaan yang relatif subur karena banyak mengandung bahan organik berupa lapisan gambut tipis serta luapan lumpur sungai Barito ke pahumaan terutama di daerah muara seperti Aluh-aluh, menyebabkan masyarakat pemilik pahumaan sudah merasa cukup puas dengan hasil produksi tersebut. Sehingga ada istilah yang sering di senda gurau kan oleh para PPL pertanian (Petugas Penyuluh Lapangan) yaitu ‘tanam buang’ maksudnya adalah setelah paung ditanam langsung ditinggal dan tidak perlu ditengok-tengok lagi atau dirawat hingga nanti saatnya panen tinggal petik hasilnya.


Blog Advertising

Senin, 13 Juni 2011

BUBUHAN PAUNJUNAN (Socioculture Series # 2)



Wilayah Kalimantan Selatan sebagian memiliki kondisi geografis alami berupa aliran sungai-sungai besar, rawa-rawa serta dataran rendah pasang surut yang telah memberikan pengaruh terhadap salah satu pola pencaharian masyarakatnya yaitu dengan mencari ikan. Beberapa cara yang lazim dipergunakan masyarakat Banjar dalam mencari ikan adalah dengan malunta, malukah, marengge ataupun maunjun. Malunta adalah cara menangkap ikan dengan menggunakan jaring yang dilempar ke sungai, lukah atau bubu adalah sejenis jebakan ikan terbuat dari anyaman bilah-bilah bambu yang dipasang di sungai atau rawa, marengge adalah menangkap ikan dengan menggunakan semacam jaring yang dibentang dengan menggunakan kayu atau bambu kemudian ditenggelamkan ke dalam sungai serta sesekali diangkat dengan menggunakan tangkainya, sedangkan maunjun adalah berasal dari kata unjun yang berarti pancing atau memancing ikan.

Diantara beberapa cara menangkap ikan tersebut yang paling populer dan digemari masyarakat adalah maunjun, karena cara ini relatif lebih mudah dan simple dilakukan oleh semua orang serta tidak memerlukan keahlian khusus. Kegiatan mencari ikan dengan cara maunjun saat ini bukan semata-mata untuk mencari penghasilan, akan tetapi banyak pula orang yang melakukan kegiatan maunjun sebagai sebuah hobi atau kegemaran. Dan kegiatan maunjun ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Banjar asli, namun juga dilakukan oleh para pendatang di tanah Banjar. Sehingga kemudian muncul istilah bubuhan paunjunan yang berarti sekelompok orang atau kaum yang memiliki kesamaan kegemaran yaitu memancing ikan atau maunjun.

Meskipun cukup sederhana, peralatan maunjun pun harus disesuaikan dengan sasaran ikan yang ingin didapatkan serta lokasi memancing. Secara umum alat unjun terdiri atas empat bagian pokok yaitu tantaran unjun (joran), tali unjun (senar), kawat unjun (mata pancing) serta umpan unjun. Lokasi maunjun pun secara umum dibedakan menjadi dua kategori lokasi yaitu maunjun di aliran sungai besar dengan sasaran ikan Baung, Lais, Patin, Saluang, Kalui dan lain-lain. Sedangkan lokasi maunjun yang kedua adalah di areal danau atau rawa pasang surut dan pahumaan dengan sasaran ikan Haruan, Papuyu, Sapat Siam, Biawan, Toman dan lain-lain.

Jenis umpan maunjun pun dibeda-bedakan menurut lokasi paunjunan, apabila maunjun di aliran sungai besar umpan yang dipakai adalah cacing tanah, wadai gabin atau konsentrat pakan ikan yang diramu hingga dapat dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan kalis. Sedangkan bila maunjun di danau atau rawa pasang surut umpan yang dipakai adalah cirat, wanyi, ulat bumbung, atau anak karangga yang diramu dengan getah pohon karet dan minyak kelapa.

Beberapa cara maunjun yang sering dilakukan oleh bubuhan paunjunan adalah; Mamaer yaitu cara memancing ikan dengan menggunakan joran panjang sekitar 4 – 5 meter, tali senar dengan ukuran besar, mata kail khusus haruan serta menggunakan umpan cirat. Caranya adalah dengan menggerak-gerakkan secara dinamis umpan cirat di atas permukaan air, sehingga merangsang ikan yang agresif terutama jenis haruan atau toman untuk menyambar umpan tersebut. Mambanjur adalah cara memancing ikan dengan menggunakan joran sembarang kayu kecil sepanjang kurang lebih 1 m, tali senar ukuran besar, mata kail khusus haruan juga menggunakan umpan cirat. Caranya adalah dengan memasang banjuran yang jumlahnya bisa puluhan tersebut di sepanjang anak sungai atau rawa dan kemudian meninggalkannya untuk sementara waktu, apabila memasang banjur pagi hari biasanya banjuran akan ditengok pada waktu sore hari. Dan jenis ikan yang didapat dengan cara membanjur ini biasanya jenis haruan atau toman. Maunjun biasa dengan menggunakan joran pendek sekitar 2 – 3 meter, tali senar kecil sampai sedang, mata kail ukuran kecil hingga sedang serta menggunakan umpan wanyi, ulat, karangga atau jenis ramuan umpan lainnya.

Sebelum joran modern (joran antena) yang lebih praktis karena bisa dipanjang pendekkan yang terbuat dari bahan serat fiber atau carbonite banyak digunakan saat ini, tantaran unjun atau paer dibuat dari bambu utuh jenis Tamiyang dengan diameter pangkal 1 – 3 cm yang makin mengecil hingga ujungnya serta memiliki panjang sekitar 2 – 6 meter. Proses pembuatan tantaran unjun ini cukup unik, bambu yang baru ditebang biasanya tidak memiliki bentuk yang lurus antar buku ruasnya sehingga kurang nyaman dipakai, sehingga perlu proses lebih lanjut untuk meluruskan buku ruasnya. Proses pelurusannya adalah dengan cara memanaskan dengan api bagian buku-buku ruas yang bengkok tersebut kemudian sambil dilengkungkan sedikit demi sedikit ke arah yang diinginkan sehingga hasilnya tantaran unjun atau paer menjadi lebih lurus dan rapi serta tantaran siap digunakan, proses pelurusan ini disebut mangadang.

Jenis-jenis ikan yang jadi favorit serta menjadi semacam ‘supremasi’ tertinggi di dalam dunia bubuhan paunjunan untuk maunjun di daerah rawa adalah jenis haruan dan papuyu, apalagi bila ukuran ikan yang didapatkan tersebut lumayan besar yang biasanya digambarkan dengan ukuran telapak tangan untuk ikan papuyu atau pergelangan orang dewasa untuk ikan haruan. Sedangkan memancing di sungai orang akan senang bila mendapat ikan baung, patin atau lais.

Keterangan:

Baung: jenis cat fish, Mystus nigriceps

Lais: ikan pipih, Kryptopterus spp

Patin: banyak dibudidayakan, Pangasius polyuranodon

Saluang: Rasbora argyrotaenia

Kalui: Gurami (Osphronemus goramy)

Haruan: jenis snakehead fish, ikan gabus, Channa striatus

Papuyu: Betok, Anabas testudineus

Sapat siam: Trichogaster pectoralis

Biawan: Helostoma temmincki

Toman: jenis snakehead fish, Channa melanostoma

Wadai gabin: sejenis biskuit yang mudah ditemukan di warung

Cirat: kodok sawah

Wanyi: larva lebah/tawon yang masih di dalam sarang

Anak karangga: telur semut merah

Bambu Tamiyang: Schizotachyum blunei Ness


MENCARI PAPUYU GALAM DENGAN LALANGIT

Musim kemarau tidak selama merugikan, tapi ada segelintir orang yang justru mendapatkan berkah dari musim kemarau ini. Dialah Acil Arbayah, seorang pencari ikan papuyu di daerah belukar, pulau galam, dan sungai Masta, di Kecamatan Bakarangan. Menurut Acil Bayah, setiap hari dia dan suaminya mencari iwak papuyu di sungai dan belukar yang ada di Desa Masta. “Kami mencari papuyu memakai lalangit, sejenis jala yang dibuat menjadi perangkap bagi ikan. Hasilnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan cara memancing,” ujar Acil Bayah.

Baca selengkapnya....



Blog Advertising