Erwan Nurindarto - Kaya itulah kata yang patut disematkan kepada alam dan bumi Kalimantan Selatan, dan sudah sepantasnya ada rasa bangga bagi warga masyarakat yang tinggal di Kalimantan Selatan. Kenapa mesti bangga? Ya, bangga karena tidak semua tempat di nusantara ini memiliki keragaman genetik unggulan sekaya wilayah Kalimantan Selatan. Yang ada dalam tulisan kali ini masih terbatas pada keragaman genetik unggul yang berhubungan dengan komoditas pangan dan belum semuanya tereksplorasi, sementara masih banyak ragam genetik lain untuk komoditas lainnya seperti fitofarmaka, tanaman hias ataupun komoditas industri perkebunan & kehutanan.
Beberapa jenis genetik unggulan ini diantaranya memang sudah banyak dikenal secara nasional dengan menjuarai kontes/lomba di tingkat nasional ataupun telah diberikan pengakuan resmi oleh instansi nasional pemerintah. Namun ada pula beberapa diantaranya yang tidak setenar yang lain, akan tetapi tetap memiliki potensi untuk menjadi genetik unggulan baru. Untuk itu, tidak semestinya lah kita sudah merasa cukup atau berpuas diri dengan kekayaan ragam genetik yang ada sekarang ini, karena masih terbentang jalan guna menyempurnakan performa masing-masing ragam genetik tersebut agar dapat menjadi produk-produk unggulan yang menarik bagi kepentingan komersial dari berbagai segi performa nya (perbanyakan, ukuran, aroma, rasa, warna, daya tahan, produktifitas dan lain-lain).
Rekayasa genetika dalam hal ini persilangan adalah jalan yang terbentang itu guna ‘menyempurnakan’ ragam genetik ke arah yang diinginkan dan memenuhi selera komersial. Kita semua tentu mengenal jenis durian Monthong alias durian Bangkok yang terkenal gede-gede, berdaging tebal & berbiji hepe, ataupun jambu air Thong Sam Se alias Citra yang berwarna merah menyala, manis dan menggiurkan itu, konon cerita keduanya asal muasal genetisnya adalah dari Indonesia yang telah mengalami rekayasa genetis (persilangan) sedemikian rupa hingga menjadi wujud yang sekarang dan sangat diterima secara komersial. Adalah bukan hal yang tidak mungkin untuk membuat cabe Hiyung dari Tapin dengan tingkat kepedasan yang sama menjadi berwarna merah dan berukuran sebesar cabe merah, atau membuat buah Kasturi yang sudah langka itu menjadi berukuran lebih besar, berwarna menarik serta dengan sosok pohon induk yang jauh lebih kecil/pendek, ataupun membuat jeruk Siam Banjar menjadi lebih eye catching dengan warna kuning mulus dan kinclong seperti jeruk Mandarin yang ada di supermarket, ya semua itu dapat diwujudkan.
Kesabaran & ketekunan yang luar biasa serta kucuran biaya yang tidak sedikit mutlak & amat diperlukan guna menuju produk unggulan yang dapat diterima secara komersial. Sementara itu jika dihadapkan dengan pertanyaan siapa yang harus bertanggung jawab jika memang ada cita-cita tersebut? Dengan tegas jawabnya adalah pemerintah, karena hanya pemerintah lah yang memiliki sumber daya dan kewenangan guna melepas serta melegalkan varietas-varietas tanaman baru. Sementara pihak swasta atau penghobies perseorangan hanya sampai pada tataran membuat/mengkreasi varietas unggulan baru tanpa bisa melepas ataupun melegalisasi varietas baru tersebut. Berikut adalah sebagian dari ragam genetis unggulan tersebut.
Cabe Hiyung (Capsicum sp). Adalah jenis cabe rawit namun berukuran mini, meskipun mini cabe ini memiliki tingkat kepedasan berlipat bila dibandingkan dengan cabe rawit biasa. Ada yang menggambarkan tingkat kepedasannya 17 kali lipat dari cabe rawit biasa, atau bila makan 1 cabe Hiyung setara dengan makan 17 cabe rawit biasa. Cabe pedas ini berasal dari desa Hiyung Kecamatan Tapin Tengah Kalimantan Selatan, karena cabe Hiyung disebut-sebut sebagai varietas cabe paling pedas di Indonesia, maka cabe Hiyung diusulkan menjadi varietas unggul Nasional. Pada saat ini cabe Hiyung masih dalam proses pengujian oleh Departemen Pertanian RI. Ukurannya yang mini memang agak merepotkan ketika melaksanakan pemanenan harus ekstra sabar jika harus memanen dalam skala luas, tentunya akan lebih menarik dan puas apabila ukuran cabe Hiyung bisa sebesar dan semerah cabe merah besar dengan tingkat kepedasan yang sama.
Cempedak Bayan Balangan (Artocarpus lancifolius). Cempedak ini merupakan buah yang khas dari desa Galumbang, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Kelebihan Cempedak Bayan dari cempedak umumnya adalah mempunyai buah dan isi buah yang lebih besar. Karakteristik Cempedak Bayan yaitu mempunyai tinggi tanaman yang mencapai 12 - 18 m dengan lingkar batang atas 102 - 114 cm dan lingkar batang bawah 135 - 145 cm. Daunnya memiliki perbedaan yang menonjol sehingga lebih mudah membedakan dari cempedak pada umumnya, yaitu ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih dan agak panjang sehingga mudah dilihat secara kasat mata. Daun Cempedak Bayan berbentuk membulat, ujung runcing, pinggir daun rata dan memiliki tekstur yang kasar jika diraba. Panjang daun berkisar 16-20 cm dan lebar daun 10-13 cm. Tanaman cempedak Bayan yang berasal dari biji akan mulai berbuah pada umur 5-6 tahun setelah tanam. Berat buah berkisar 2,5-4 kg, panjang buah 30-32 cm, lingkar buah 46-49 cm. Daging buah tebal, lebih besar dari cempedak biasa, panjang 5,5-6,5 cm, isi buah lingkar isi buah 7-11,5 cm, berwarna kuning-orange, rasa manis. Bisa dibayangkan bukan jika suatu saat diciptakan buah cempedak yang dapat menghasilkan bahan mandai (makanan khas Banjar) yang memiliki rasa manis dan gurih.
Durian Si Japang (Durio sp). Durian unggul ini berasal dari Awang Bangkal, Karang Intan, Banjar, Kalimantan Selatan. Bentuk buahnya bulat panjarig lonjong dan berjuring lima. Kulit buah kuning kehijauan, berduri kerucut yang tersusun jarang. Daging buah kuning gading, kering, berserat halus, dan berlemak. Istimewanya, daging buahnya tebal, antara 1,5-2,5 cm. Rasanya sangat khas, selain manis juga ada rasa gurih seperti santan. Kandungan alkoholnya cukup tinggi. Aromanya tajam dan merangsang dibandingkan jenis durian lain. Bijinya kecil, bahkan banyak di antaranya yang kempes. Bobot rata-rata buahnya antara 1,5-2,5 kg. Produktivitas 300-600 buah/ pohon/tahun. Tahan penyakit busuk akar dan hama penggerek buah. Dinamai si Japang karena konon dulu pada waktu pembangunan waduk Riam Kanan, para ekspatriat Jepang sering nongkrongin pohon durian ini di kebun untuk menikmati durian ini ketika musim buah tiba. Si Japang muncul di pentas nasional dengan merajai Kontes Durian Nasional 2009 yang digelar Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan. Si japang dari Tanah Banua mengalahkan 22 durian terbaik dari Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Tak hanya si Japang ada beberapa jenis durian lokal lain yang tak akalah lezat yang ada di desa Karangintan seperti si janar, si hijau, si dodol, si penganten, dan si penyengat. Janar artinya kunyit karena daging buah kuning. Sementara dodol, daging buahnya lengket seperti dodol. Penganten beraroma lembut dan penyengat beraroma keras karena kadar alkohol tinggi.
Gitaan (Willughbeia sp). Merupakan tumbuhan rimba dan tumbuh liar, Gitaan tumbuh merambat, dengan ukuran batang sebesar lengan orang dewasa dan berwarna coklat, dan bergetah putih. Daunnya berbentuk lanceolatus, dengan ujung dan pangkal daun meruncing, berwarna hijau tua. Buahnya bulat, dengan kulit halus, berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna hijau kekuningan hingga orange ketika sudah masak. Tanaman Gitaan masih dapat ditemukan di wilayah Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Selatan. Buah Gitaan memang bukanlah buah kesukaan banyak orang. Buah yang memiliki rasa asam-asam manis tersebut, daging buahnya agak tipis dan agak berlendir/berair. Warna biji coklat, pipih dengan ukuran panjang 2,1-2,5 cm, lebar 1,3-1,5 cm. Namun demikian Reza Tirtawinata seorang pakar buah dari Taman Wisata Mekarsari Cileungsi Bogor menuturkan saking lezatnya buah Gitaan ia sampai menyebut gitak madu (Willughbeia sp) sebagai missing fruits of paradise. “Rasanya seperti kombinasi manggis, sirsak, dan susu bercampur di satu gelas.”
Gumbili Nagara (Ipomea sp). Gumbili atau Ubi Nagara merupakan plasma nutfah khas Kalimantan Selatan yang kaya akan karbohidrat dan merupakan salah satu alternatif bahan pangan tradisional bagi keluarga. Ubi Nagara merupakan salah komoditi tanaman pangan yang endemik di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, khususnya di Kecamatan Daha Utara dan Daha selatan. Ubi Nagara memiliki ukuran yang besar, yang besarnya bisa seperti semangka. Ubi tersebut dapat dipanen pada umur empat bulan. Karena sedikitnya kandungan air, ubi tersebut banyak disajikan dalam bentuk ubi goreng atau ubi rebus. Akhmad Rijali Saidy, pengajar Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru, memaparkan berdasarkan penelitiannya ada empat jenis gumbili nagara, yakni gumbili Kai Lama dan Kai Baru, Gumbili Habang, serta terakhir Gumbili Biru. Gumbili kai lama dan kai baru warna ubinya putih, sedangkan gumbili habang warna ubinya merah kekuning-kuningan. Adapun gumbili biru, sesuai namanya, warna ubinya biru ke ungu-unguan. Gumbili Nagara memang belum setenar Ubi Cilembu yang berasa manis legit dan sudah diekspor itu, akan tetapi tidak menutup kemungkinan gumbili Nagara dengan sedikit kreatifitas dapat diarahkan sebagai bahan pangan rendah gula pengganti nasi.
Itik Alabio (Anas domesticus). Dikenal sebagai itik petelur yang produktif. Itik Alabio adalah itik Kalimantan yang berasal dari persilangan itik Kalimantan dengan Itik Peking (itik pedaging). Nama itik alabio ini berasal dari sebuah nama daerah di Kalimantan Selatan yaitu Alabio, tepatnya berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Nama itik Alabio sendiri diberi nama oeleh seorang ilmuan yang bernama drh. Saleh Puspo. Ilmuan ini yang banyak melakukan penelitian tentang itik alabio ini. Usia produktif itik alabio sampai 3 tahun. Setelah berumur 6 bulan itik alabio mulai bertelur. Masa bertelur itik alabio terbagi manjadi 3 tahap, yaitu :
(1) Masa bertelur Pertama tersebut selama 9 bulan, dilanjutkan dengan masa non produktif 3 bulan.
(2) Masa bertelur Kedua tersebut selama 7 bulan, dilanjutkan dengan masa non produktif 3 bulan.
(3) Masa bertelur Pertama tersebut selama 5 bulan, dimasa ini itik alabio tidak produktif lagi.
Jeruk Siam Banjar (Citrus suhuensis). Jeruk siam mempunyai kesesuaian agroekologi yang cukup luas, termasuk cocok dibudidayakan di lahan rawa pasang surut. Penyebaran tanaman jeruk siam ini cukup luas sehingga untuk membedakan sering digunakan nama tempat keberadaannya, antara lain kita mengenal jeruk Pontianak (Kalimantan Barat), jeruk Mamuju (Sulawesi Barat), Jeruk Batu (Malang, Jawa Timur). Di Kalimantan Selatan sendiri dikenal Jeruk Madang (Barito Kuala, Kalimantan Selatan) dan Jeruk Mahang (Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan). Jeruk siam yang berkembang di Kalimantan Selatan telah dikukuhkan menjadi varietas unggul nasional dengan nama jeruk siam Banjar. Pasar jeruk siam dalam negeri sendiri cukup baik dan populer di petani karena produksinya paling tinggi diantara jenis jeruk lainnya, disukai konsumen, dan harga cukup baik.
Kasturi (Mangifera casturi). Merupakan salah satu jenis mangga yang habitat aslinya berada di Kalimantan Selatan. Mangga Kasturi merupakan tumbuhan yang bersifat endemik yang sangat khas di Kalimantan Selatan. Kini keberadaanya terancam punah. Dimana jumlah populasinya kian berkurang , baik dari segi jumlah individunya, populasi ataupun keanekaragaman genetisnya. Mangga kasturi sudah di klasifikasikan di dalam IUCN Red List Categories pada tanggal 30 November 1999. Sedangkan tim penilai yang berasal dari World Conservation Monitoring Center di tahun 1998 sudah memutuskan bahawasanya Mangifera Casturi ini sudah berada di dalam kategori Punah In Situ atau Extinct in the Wild = EW. Mangga ini hanya hidup dan tumbuh dengan cara alami di hutan atau daerah konservasi lainya, akan tetapi keberadaanya sudah tidak lagi ditemukan di habitat aslinya.
Langsat Tanjung (Lansium domesticum). Menurut Sodik SP, penilai kultivar BPSB-TPH, Kalimantan Selatan, BPSB dan Dinas Pertanian Kabupaten Tabalong telah menyeleksi 10 pohon terbaik di sentra langsat dengan total luas tanam 210 ha. Kesepuluh pohon itu berasal dari Desa Banyutajun, Kecamatan Tanjung. Informasi pohon terbaik berasal dari keterangan para pedagang, tengkulak, penduduk, dan petugas penyuluh . "Mereka sepakat menunjuk pohon-pohon desa itu yang terbaik." Pemiliknya Haji Bahrudin, warga Desa Banyutajun, dengan 20 pohon langsat bercitarasa istimewa. Tim BPSB lalu memilih 10 pohon terbaik. "Pengamatan selama 2 musim panen menunjukkan kualitas rasa kesepuluh pohon itu setara," tutur Sodik. Untuk menentukan Pohon Induk Tunggal (PIT) tim lalu mendata produktivitas dan mengamati kondisi tanaman. Terpilihlah pohon berumur 51 tahun-sekarang 61 tahun-dengan produksi tertinggi. Pada setiap musim panen tanaman anggota keluarga Meliaceae itu menghasilkan 150 kg buah. Produktivitas pohon lain rata-rata 120-140 kg. Bobot buah mencapai 29,3 g. Umumnya 22-28 g per buah. Kerapatan buah dalam satu dompol mencapai 28-29 buah; lainnya 18-27 buah. Dari pohon induk itulah tim memproduksi bibit langsat tanjung dengan teknik sambung pucuk. Catatan BPSB sejak 5 tahun lalu lebih dari 10.000 bibit telah menyebar hingga ke Jawa dan Sulawesi.
Pisang Talas (Musa sp). Pisang talas termasuk pisang yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dimakan. Jadi tidak dapat dimakan langsung seperti halnya pisang ambon, pisang lauli ataupun pisang barangan atau susu. Bagi masyarakat Banjar, pisng ini dapat dikolak, digorang ataupun diolah kue-kue khas lainnya seperti roti pisang. Sebutan roti pisang ini adalah semacam bingka atau bika pada umumnya, hanya isian dan campurannya adlah pisang talah atau pisang lainnya. Pisang Talas memiliki tekstur lembut, manis sedikit sepat, beraroma wangi, berserat halus, berwarna kemerahan dan mampu bertahan lama karena kulit luarnya yang keras. Pisang talas menyukai tumbuh pada tanah gembur berpasir, dan memiliki unsur hara yang banyak. Pengembangan pisang ini telah menyebar ke provinsi di Kalimantan lainnya, tetapi masih belum mampu menandingi kualitas pisang talas hasil produksi dari Kalimantan Selatan. Selain itu, pisang ini hanya dikenal di Kalimantan Selatan saja, sehingga pisang talas kurang terkenal di lidah orang-orang yang bukan penduduk asli Kalimantan. Karena hanya dikembangkan secara tradisional oleh petani-petani di kabupaten/kota di Kalsel, maka perkembangan pisang ini berjalan lambat dan apa adanya. Padahal pisang ini termasuk pisang yang tahan terhadap serangan hama. Pengembangan dalam jumlah besar-besaran memang masih memerlukan penelitian baik bibit unggul, tekstru tanah maupun factor-faktor lainnya agar kualitas pisang talas yang dihasilkan oleh daerah lain, sama dengan yang dari asalnya di Kalsel. Di Kaltim, misalnya, perantauan orang-orang Kalsel menanam pisang ini di lahan ladang yang baru mereka buka diantaranya di Desa Bayur Samarinda Selatan dan Kecamatan Marangkayu di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan jumlah terbatas.
Rambutan Garuda (Nephelium lappaceum). Rambutan Garuda yang sering dijuluki "rambutan raksasa" ini berasal dari daerah Sungai Andai. Rambutan ini sudah dilepas sebagai varietas unggul. Ukurannya paling besar di antara jenis rambutan yang lainnya. Panjang buahnya mencapai 7 cm dengan diameter sekitar 3 cm. Bentuknya agak lonjong dan warnanya merah menyala. Rambut buahnya berukuran panjang, agak rapat, dan berwarna merah dengan ujung kekuningan. Daging buahnya ngelotok, berwarna putih dengan ketebalan bisa mencapai 7 milimeter (mm). Keunikannya, selain manis, rasa rambutan ini juga agak gurih dan daging buahnya paling kering dibandingkan rambutan jenis lainnya.
Beras Siam Mutiara (Oryza sativa). Dilahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan, lebih dari 70 % pertanaman padi didominasi oleh varietas lokal. Varietas varietas lokal yang masih berkembang di petani diantaranya Pandak, Siam Unus, Siam Jurut, Siam Rukut, Siam Pontianak, Siam King, Siam Saba dan Siam Mutiara. Sebagian besar varietas lokal yang berkembang dipetani memiliki sifat peka fotoperiode, sehingga sawah yang ditanami dengan varietas lokal sekali setahun, dengan cara yang disesuaikan dengan genangan yang relatif dalam. Petani menanam varietas lokal yang bersifat peka fotoperiod ini melakukan pembibitan dengan cara pindah bibit sampai tiga kali sebelum tanam di sawah, yaitu taradak, ampak dan lacak. Dengan cara pindah bibit bibit ini akan diperoleh bibit yang cukup tinggi dan kuat ditanam pada genangan air sawah di rawa yang relatif dalam, dengan kata lain keuntungan menggunakan varietas lokal petani bisa menunda tanam bila genangan air di sawah masih dalam. Salah satu varietas lokal yang cukup berkembang di lahan pasang surut adalah varietas Siam Mutiara. Varietas Siam Mutiara ini sudah dilepas oleh menteri Pertanian sebagai “ varietas unggul lokal”. Pelepasan varietas Siam Mutiara ini dalam pemuliaan di kenal dengan istilah Pemutihan varietas lokal. Varietas Siam Mutiara tersebut merupakan hasil seleksi positif dan populasi varietas padi lokal di Desa Anjir Seberang Pasar II, Kecamatan Anjir Pasar di Kabupaten Barito Kuala (Batola). Padi yang merupakan penemuan Aan A Derajat dari Balai Besar Peneliti Padi itu telah ditetapkan sebagai varietas unggul melalui keputusan Menteri Pertanian Nomor 959/Kpts/SR.120/7/2008 tanggal 17 Juli 2008. Pengusulan padi varietas tersebut dilakukan langsung oleh Pemprov Kalsel, BPSBTPH serta Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batola.
Sebagai varietas unggul dilahan rawa pasang surut varietas Siam mutiara memiliki beberapa keunggulan baik ditinjau dari aspek budidaya maupun genetik. Keunggulan tersebut antara lain:
-Minim penggunaan pestisida
-Minim penggunaan pupuk an organik (pupuk buatan)
-Pengelolaan bahan organik-minim penyiangan
-Penggunaan benih lebih sedikit
-Toleran terhadap lingkungan (toleran keracunan besi
-Bentuk gabah dan rasa nasi di sukai, sehingga harga jual lebih tinggi.