Minggu, 07 Juni 2015

HEWAN-HEWAN LIAR YANG SERING BERSINGGUNGAN KEPENTINGAN DENGAN MANUSIA DI KALIMANTAN SELATAN


Erwan NurindartoSebagai penghuni alam semesta secara dasar alamiahnya manusia dan hewan memiliki kepentingan yang sama untuk bertahan hidup yaitu kepentingan akan pemenuhan pakan dan kepentingan akan tempat tinggal atau sarang. Manusia memang dianugerahi intelegensia melebihi dari hewan sehingga dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar akan makanan manusia dapat berkreasi dengan berbudidaya. Sementara hewan tidak memiliki kemampuan untuk berbudidaya, sehingga hewan amat membutuhkan ruang di alam dengan kondisi alamiahnya untuk pemenuhan akan makanan. Kemampuan berbudidaya manusia dengan keinginan komersial lah yang menyebabkan persinggungan kepentingan antar manusia dengan hewan, keinginan komersialisasi atas sumber daya alam atau hasil budidaya mengakibatkan kebutuhan akan ruang di alam dengan segala bentuk rekayasanya sehingga merubah kondisi alamiah. Penyempitan ruang di alam (bagi hewan) yang disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia mengakibatkan hewan-hewan liar di alam (dengan terpaksa) sering memunculkan diri di tengah-tengah komunitas manusia, dan sesekali atau sering hewan-hewan tersebut melakukan “serangan” terhadap manusia yang mana hal tersebut adalah ekspresi alami hewan bila merasa terancam sebagai bentuk pertahanan diri. Tidak jarang manusia menanggapi serangan hewan-hewan liar tersebut sebagai sebuah gangguan yang mengancam, sehingga menusia perlu melakukan tindakan yang terkadang ekstrim hingga dalam bentuk pemusnahan. Beberapa jenis hewan berikut adalah jenis hewan liar yang sering bersinggungan dengan manusia di Kalimantan baik di lingkungan perkotaan maupun lingkungan rural (pedesaan), kehadiran hewan-hewan liar tersebut di tengah-tengah komunitas manusia dinilai mengganggu dan bahkan beberapa diantaranya memang sangat berbahaya bagi manusia. Istilah hama yang disematkan kepada hewan-hewan liar karena menurut manusia kemunculan hewan-hewan tersebut telah mengganggu kenyamanan tempat tinggal ataupun mengurangi/merusak produksi dan komoditas budidaya oleh manusia. Tepatkah istilah hama yang telah disematkan kepada hewan-hewan liar tersebut? Tepat, jika memandang kepentingan dari sudut pandang manusia, akan tetapi tahukah kita sebagai manusia istilah apa yang telah disematkan kepada kita oleh hewan-hewan liar tersebut? 

SEMUT SALIMBADA (KATIKIH)
Salimbada atau Katikih (Lasius Fuliginosus) demikian masyarakat Banjar menyebutnya, adalah jenis semut besar (seukuran semut merah rang-rang) berwarna hitam kemerahan yang bersarang atau berkoloni di dalam tanah, jenis semut ini adalah yang paling dihindari oleh masyarakat Kalimantan karena gigitannya yang terkenal amat menyakitkan. Salimbada sangat agresif menyerang apabila merasa terganggu koloninya. Namun demikian koloni semut Salimbada ini sebenarnya amat jarang menampakkan diri, koloni ini akan menampakkan diri berjalan beriringan di atas permukaan tanah dari satu sarang untuk pindah ke sarang lain di dalam tanah apabila secara insting mereka merasa sarang koloninya akan terendam akibat hujan deras yang akan segera turun. Penyebab lain yang mengakibatkan koloni Salimbada ini keluar dari sarang adalah adanya rangsangan berupa bau yang berasal dari organisme (hewan) mati terutama ikan yang berada di sekitar sarang koloni.
 

Keberadaan koloni Salimbada ini bisa ada di mana saja baik lingkungan perkotaan ataupun lingkungan pedesaan. Salimbada ini termasuk jenis hewan predator dengan mangsa hewan lain dari jenis apa saja baik serangga, cacing, ikan, katak, bahkan koloni ini sanggup menghabiskan seekor itik ataupun ayam di dalam kandang dalam satu serangan malam hari. Meskipun demikian, koloni kejam ini memiliki sisi baik yaitu, entah karena sebab apa koloni semut Salimbada ini tidak akan pernah mau naik atau lepas dari permukaan tanah (mis: merambat di dinding rumah atau pagar), dan mungkin oleh sebab itu maka ada bentuk kearifan konstruksi rumah panggung di Kalimantan dengan tujuan disamping menghindari banjir juga untuk menghindari Salimbada.   


GOBANG (SIGUNG)  
Gobang, Sigung (Mydaus javanensis). Sigung memiliki moncong panjang dan berbulu panjang dan lebat. Warna bulu sigung didominasi coklat tua atau hitam dengan belang putih. Warna putih berada di tengah bagian tubuh, yaitu dari tengah bagian atas kepala hingga ekor. Sigung mempunyai panjang tubuh mencapai 50 cm dengan berat badan berkisar antara 1,4 - 3,6 kg. Sigung merupakan binatang penyendiri yang beraktifitas di malam hari (nokturnal). Sigung mempunyai habitat di hutan-hutan sekunder hingga pada ketinggian 2000 mdpl. Sigung (Mydaus javanensis) merupakan binatang omnivora yang mempunyai makanan kesukaan antara lain serangga, cacing tanah, tikus, katak, ular, burung, dan telur. Sigung juga memakan buah-buahan, akar, jamur, dan dedaunan.
 

Yang paling khas dari sigung adalah kemampuannya mengeluarkan sejenis gas yang berbau menyengat dan busuk dari kelenjar khusus yang terdapat di sekitar anusnya. Kelenjar ini menghasilkan bau yang mengandung sulfur (belerang), methyl and butyl thiols. Bau ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri terhadap predator. Seekor sigung yang merasa terpojok akan mengancam lawan atau predator dengan cara menundukkan kepala, menaikkan ekornya, dan akan menjejak-jejakkan cakar depannya di tanah. Jika musuh atau predator tidak segera pergi, sigung akan melengkungkan tubuhnya menyerupai huruf “U” dengan kepada dan dubur menghadap ke lawannya. Dan menyemburlah bau yang sangat busuk. Semburan sigung (Mydaus javanensis) sangat kuat hingga mampu mencapai jarak 3,6 meter yang arahnya bisa ke kanan, ke kiri, ke atas, atau lurus. Bau ini sangat kuat yang mampu menyebabkan iritas dan kebutaan. Di lingkungan pemukiman yang belum begitu padat Gobang atau Sigung masih sering menampakkan diri ataupun jika tidak nampak namun tercium bau yang dapat digambarkan sebagai bau yang teramat langu (mahung), pahit dan amat pekat menyengat. Bau ini mengakibatkan efek asmatis (sesak napas), pusing dan mual bagi manusia. Kehadiran Gobang atau Sigung di pemukiman manusia adalah karena sifatnya yang omnivora atau pemakan segala, Gobang akan datang mengais-ngais sampah atau tempat pembuangan air (comberan) untuk mencari sisa-sisa makanan ataupun cacing.



MUSANG PANDAN Musang adalah hewan menyusui (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh bulan (Sunda), luak atau luwak (Jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris.
 

Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat pandai memanjat dan bersifat arboreal, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah. Musang juga bersifat nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan dan aktivitas lainnya. Di alam liar, musang kerap dijumpai di atas pohon aren atau pohon kawung, rumpun bambu, dan pohon kelapa, jika di perkotaan biasanya musang bersarang di atap rumah warga, karena habitat alaminya sudah terganti oleh rumah-rumah manusia.
 

Musang ini sesekali memangsa ayam peliharaan, walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan. Termasuk di antaranya pepaya, pisang, dan berbagai buah pohon lainnya. Mangsa yang lain adalah aneka serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus. Pada siang hari musang luwak tidur di lubang-lubang kayu, atau jika di perkotaan, di ruang-ruang gelap di bawah atap. Hewan ini melahirkan 2-4 anak, yang diasuh induk betina hingga mampu mencari makanan sendiri. Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae, musang luwak (jantan) mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun dapat pula menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya.  


HIRANGAN Hirangan dalam bahasa Banjar sebenarnya adalah jenis Lutung Kelabu atau dalam nama ilmiahnya Trachypithecus cristatus. Adalah sejenis monyet atau kera berukuran sedang, dengan panjang sekitar 58 cm. Lutung Kelabu memiliki rambut tubuh berwarna hitam dengan ujung warna putih atau kelabu. Mukanya berwarna hitam tanpa lingkaran putih di sekitar mata dan rambut di atas kepalanya meruncing dengan puncak ditengahnya. Seperti jenis lutung lainnya, lutung ini memiliki ekor yang panjang, berukuran sekitar 75 cm. Lutung jantan dan betina serupa. Betina biasanya berukuran lebih kecil dan ringan di banding jantan. Ketika baru lahir, bayi lutung memiliki rambut tubuh berwarna jingga. Setelah berumur tiga bulan, rambut warna jingga ini digantikan dengan rambut tubuh hitam seperti lutung dewasa.
 

Daerah sebaran Lutung Kelabu adalah hutan hujan tropis, hutan bakau, dan hutan-hutan sekitar pantai dan sungai di Indocina, Thailand, semenanjung Melayu, pulau Sumatra, pulau Kalimantan dan beberapa pulau kecil lainnya. Lutung Kelabu adalah hewan arboreal, yang hidup di atas pepohonan. Makanan pokoknya terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Memakan dedaunan, buah-buahan serangga.
 

Lutung Kelabu hidup berkelompok. Di dalam satu kelompok terdiri dari sekitar sembilan sampai tigapuluh ekor lutung, termasuk satu lutung jantan dewasa dan lutung-lutung betina yang secara komunal membesarkan anak lutung. Lutung jantan dewasa melindungi kelompok dan wilayahnya dari lutung jantan lainnya. Lutung Kelabu memiliki daerah sebaran yang cukup luas, namun hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut mengancam keberadaan spesies ini. Lutung Kelabu dievaluasikan sebagai hampir terancam di dalam IUCN Red List. Di daerah Kalimantan Selatan Hirangan banyak dijumpai di sepanjang perbukitan Meratus yang berbatasan dengan desa-desa di wilayah hulu sungai. Kemunculan kelompok Hirangan ini di wilayah pedesaan adalah untuk mencari pakan yang berasal dari tanaman-tanaman hasil budidaya di kebun atau ladang masyarakat.


WARIK
Warik, Monyet atau Kera (Macaca fascicularis) adalah monyet asli Asia Tenggara namun sekarang tersebar di berbagai tempat di Asia. Nama lokalnya dalam bahasa Melayu, kra atau kera, adalah tiruan bunyi yang dikeluarkan oleh hewan ini. Dalam literatur-literatur lama, spesies ini acap disebut sebagai kera ekor panjang atau monyet ekor panjang (dari bahasa Inggris, long-tailed macaque), monyet pemakan kepiting (Ingg; crab-eating monkey), atau monyet saja.

Monyet ini sangat adaptif dan termasuk hewan liar yang mampu mengikuti perkembangan peradaban manusia. Selain menjadi hewan timangan atau pertunjukan, monyet ini juga digunakan dalam berbagai percobaan kedokteran. Di beberapa tempat, seperti halnya di Sangeh, Bali, monyet kra dianggap sebagai hewan yang dikeramatkan dan tidak boleh diganggu. Seperti halnya di Pulau Kambang Kalimantan Selatan yang terletak di muara Sungai Barito, dimana terdapat sebuah pulau atau delta sungai yang dijadikan sebagai tempat wisata dimana di dalamnya terdapat koloni warik liar yang tidak diganggu atau dikeramatkan oleh sebagian warga Tionghoa Banjarmasin.

Warik umum ditemukan di hutan-hutan pesisir (mangrove, hutan pantai), dan hutan-hutan sepanjang sungai besar; di dekat perkampungan, kebun campuran, atau perkebunan; pada beberapa tempat hingga ketinggian 1.300 m dpl. Jenis ini sering membentuk kelompok hingga 20 - 30 ekor banyaknya; dengan 2 - 4 jantan dewasa dan selebihnya betina dan anak-anak. Warik memakan aneka buah-buahan dan memangsa berbagai jenis hewan kecil seperti ketam, serangga, telur dan lain-lain. Kadang-kadang kelompok monyet ini memakan tanaman di kebun dan menjadi hama. 




BANGKUI (BERUK)
Bangkui, Beruk (bahasa Inggeris: Pig-tailed Macaque) merupakan salah satu jenis hewan yang dilindungi yang terdapat di negara-negara di Asia, termasuknya Malaysia, Indonesia, Thailand, Bangladesh, India, China, Burma, Laos, Kamboja. Nama ilmiahnya adalah Macaca nemestrina. Beruk mempunyai waktu bunting selama 5.7 bulan (170 hari). Ia mampu hidup selama 26 tahun. Beruk jantan biasanya mempunyai ketinggian 495 - 564 mm, sementara beruk betina mempunyai ketinggian antara 467 hingga 564 mm dengan panjang ekor mencapai antara 10 - 16 cm. Berat Bangkui antara 6 - 9 kg untuk jantan dan hanya 4,5-6 kg untuk betina. Bangkui merupakan binatang diurnal (aktif di siang hari) dengan memakan berbagai jenis daun, bunga, biji-bjian, dan buah-buahan. Bangkui ini hidup tinggal di atas pohon pada setinggi 24 - 36 meter secara berkelompok antara 5 - 25 individu. Jenis monyet ini bersifat poligamus.

Dengan ukuran badannya yang besar maka Bangkui cenderung cuek dan tidak takut terhadap manusia, bahkan kadang manusia yang lebih takut apabila berjumpa dengan kawanan Bangkui di ladang atau di kebun karena sering terjadi serangan kawanan Bangkui terhadap para penoreh getah karet di perkebunan yang umumnya bekerja sendirian di kebun. Jenis monyet Bangkui ini memiliki gerakan yang amat lincah untuk menghindari serangan atau pukulan tongkat dan senjata lain dari manusia, sehingga kelihaian monyet Bangkui ini diadopsi oleh manusia untuk mengembangkan seni bela diri oleh masyarakat Dayak yang diberi nama Kuntau (silat) Bangkui.

Namun demikian monyet Bangkui atau Beruk bagi sebagian masyarakat di Sumatera Barat dapat dijadikan atau dilatih sebagai pembantu manusia untuk memetik buah kelapa, umumnya Beruk yang dijadikan sebagai pemetik buah kelapa adalah Beruk betina karena beruk betina relatif lebih jinak dan mudah dilatih dibandingkan beruk jantan. 



BABI HUTAN BERJENGGOT
Babi berjenggot (Sus barbatus) atau babi janggut, adalah sejenis babi liar (babi hutan) yang menyebar di Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, dan Kepulauan Sulu. Babi palawan (S. ahaenobarbus) sebelumnya dimasukkan sebagai anak jenis babi berjenggot, tetapi kini dianggap sebagai spesies tersendiri.

Babi yang berukuran cukup besar; hewan jantan mencapai panjang tubuh 1520 mm, yang betina sedikit lebih kecil; tinggi bahunya hingga 90 cm dan beratnya mencapai 120 kg, meskipun kebanyakan antara 57-83 kg. Babi muda berwarna kehitaman; sedangkan yang dewasa lebih pucat, dari abu-abu kuning hingga putih bungalan. Kepala panjang dengan rambut keras serupa jenggot di sepanjang rahang bawah, dan dua pasang tonjolan daging serupa kutil di atas kedua sisi mulut ditumbuhi rambut-rambut panjang, kaku, keputih-putihan.

Babi berjenggot biasanya aktif di malam hari (nokturnal), namun di siang hari yang sejuk pun kadang-kadang binatang ini mau berkeliaran. Makanannya berupa buah-buahan yang jatuh dari pohon dan biji-bijian, akar-akaran, terna, serta berbagai bagian tumbuhan lainnya; hewan-hewan kecil seperti cacing tanah, serangga dan sebangsanya. Babi betina membuat sarang dari daun-daunan dan semak-semak yang dicabik-cabik dan dilonggokkan untuk tempat melahirkan anak-anaknya. Biasanya betina melahirkan 3-11 ekor setiap kali beranak. Babi hutan adalah jenis hewan liar yang cukup meresahkan bagi masyarakat yang hidup di lingkungan pedesaan (rural) di Kalimantan, kawanan binatang ini dengan nafsu makannya yang besar mampu untuk menghabiskan komoditas tanaman di ladang atau kebun berupa padi, singkong, jagung, kacang tanah dan bahkan buah sawit atau umbut tanaman muda sawit pun dapat ludes dibuatnya.



BERUANG MADU (SUN BEAR)
Beruang madu termasuk familia ursidae dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis beruang yang ada di dunia. Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 – 65 kg. Bulu beruang madu cenderung pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya berwarna cokelat atau biru,selain itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong. Beruang madu dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat. Kepala beruang madu relatif besar sehingga menyerupai anjing yakni memiliki telinga kecil dan berbentuk bundar. Beruang jenis ini memiliki lidah yang sangat panjang dan dapat dipanjangkan sesuai dengan kondisi alam untuk menyarikan madu dari sarang lebah di pepohonan.

Beruang madu memiliki penciuman yang sangat tajam dan memiliki kuku yang panjang di keempat lengannya yang digunakan untuk mempermudah mencari makanan. Beruang madu lebih sering berjalan dengan empat kaki, dan sangat jarang berjalan dengan dua kaki seperti manusia. Lengan beruang jenis ini cukup lebar dan memiliki kuku melengkung serta berlubang yang memudahkannya memanjat pohon. Kuku tangan yang melengkung digunakan oleh beruang ini untuk menggali rayap, semut dan sarang lebah dan beruang yang sedang mencari madu akan segera menghancurkan kayu yang masih hidup dan segar dan bahkan berusaha untuk menggaruk pohon yang kayunya keras.

Beruang madu hidup di hutan-hutan primer, hutan sekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian, mereka biasanya berada di pohon pada ketinggian 2 - 7 meter dari tanah, dan suka mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat sarang. Penyebarannya terdapat di pulau Kalimantan, Sumatera, Indocina, Cina Selatan, Burma, serta Semenanjung Malaya. Beruang madu adalah binatang omnivora yang memakan apa saja di hutan. Mereka memakan aneka buah-buahan dan tanaman hutan hujan tropis, termasuk juga tunas tanaman jenis palem. Mereka juga memakan serangga, madu, burung, dan binatang kecil lainnya. Apabila beruang madu memakan buah, biji ditelan utuh, sehingga tidak rusak, setelah buang air besar, biji yang ada di dalam kotoran mulai tumbuh sehingga beruang madu mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyebar tumbuhan buah berbiji besar seperti cempedak, durian, lahung, kerantungan dan banyak jenis lain. Pada wilayah yang telah diganggu oleh manusia, mereka akan merusak lahan pertanian, menghancurkan pisang, pepaya atau tanaman kebun lainnya.

Beberapa kasus kemunculan dan serangan beruang madu terhadap manusia di sekitar wilayah perkebunan/ladang masyarakat di Kalimantan Selatan biasanya terjadi pada saat musim paceklik atau kemarau yang mana sumber pakan beruang madu di hutan sekitar perbukitan Meratus seperti tanaman, buah-buahan serta berbagai jenis hewan atau serangga juga sulit dicari pada saat musim paceklik tersebut. Sehingga mau tak mau beruang madu turun hingga wilayah perkebunan penduduk untuk mencari makan.